Rabu, 20 Januari 2016

Disintegrasi Bangsa

Disintegrasi secara harfiah difahami sebagai perpecahan suatu bangsa menjadi bagian-bagian yang saling terpisah. Disintegrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan tidak bersatu padu atau keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; perpecahan.
Contoh kasus disintegrasi bangsa yang pernah terjadi di Indonesia adalah di Papua. Kedaulatan Indonesia atas Papua kembali ditegaskan lewat Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) yang berlangsung pada Juli-Agustus 1969. Sejak saat itu Papua terus dilanda gejolak separatisme hingga kini. di Papua ada OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang berdiri tahun 1964. Manuver awal OPM terjadi tahun 1965 di Ransiki, Manokwari, tatkala Indonesia tengah berada dalam krisis politik 1965-1966. Aktitivitas umum OPM adalah manuver-manuver sporadis untuk menyerang pos-pos polisi dan tentara, sabotase sarana vital dan strategis seperti Freeport, menyerang transmigran, atau penghasutan massa. Pembangunan yang timpang adalah salah satu variabel kunci yang membuat Papua terus bergolak. Padahal, UU Otonomi Khusus secara obyektif membuka ruang besar bagi rakyat Papua untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi daerahnya. Banyak kalangan di Papua menghendaki proses pembangunan yang memberi peran besar pada empat pilar kepemimpinan lokal yang terdiri atas: Pemerintah lokal, pemimpin adat, pemimpin agama, dan kaum perempuan.
Solusi yang dapat di tempuh untuk mengatasi disintegrasi bangsa dapat berupa hukum Indonesia harus bertujuan dan menjamin integrasibangsa baik secara teritorial maupun ideologis. Hukum-hukum di Indonesiatidak boleh memuat isi yang berpotensi menyebabkan terjadinya disintegrasiwilayah maupun idiologi. Serta Pancasila dan UUD1945 harus digemakan lagi sampai ke rakyat yangpaling bawah, dalam rangka pemahaman dan penghayatan. Budaya bangsa yang adi luhung hendaknya diangkat untuk diingat dandilaksanakan oleh bangsa ini yaitu budaya saling hormat menghormati.

http://setabasri01.blogspot.co.id/2012/04/konflik-konflik-vertikal-di-indonesia.html


Baca SelengkapnyaDisintegrasi Bangsa

Kamis, 07 Januari 2016

Ketahanan Pangan


Menurut Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pengertian mengenai ketahanan pangan tersebut mencakup aspek makro, yaitu tersedianya pangan yang cukup; dan sekaligus aspek mikro, yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif. Pada tingkat nasional, ketahanan pangan diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman; dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya lokal. Menurut FAO ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta kualitas/keamanan pangan.
Dalam perjalanan sejarah dapat dicatat berbagai peristiwa kelaparan lokal yang kadang-kadang meluas menjadi kelaparan nasional yang sangat parah diberbagai Negara. Permasalahan diatas adalah cirri sebuah Negara yang belum mandiri dalam hal ketahanan pangan (Nasoetion, 2008). Data yang dimiliki oleh Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian menyatakan, potensi sumber pangan yang dimiliki Indonesia cukup banyak, yaitu 77 jenis sumber karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayur-sayuran, dan 110 jenis rempah. Pemanfaatan sumber daya yang belum optimal ini yang membuat kurangnya produksi pangan Indonesia dan ketergantungan terhadap import bahan pangan. Dwi Andreas Santosa, Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia mengatakan rata-rata impor beras pada 2010-2013 dibandingkan dengan 2004 meningkat sebesar 482,6 persen, daging sapi 349,6 persen, cabe 141 persen, gula 114,6 persen, bawang merah 99,8 persen, jagung 89 persen, kedelai 56,8 persen, dan gandum 45,2 persen.

Kebijakan impor bahan pangan  juga menyebabkan profesi sebagai petani tidak menarik lagi dan mereka memilih profesi lain, sehingga ketahanan pangan nasional semakin rapuh. Kondisi ini justru akan menambah ketergantungan akan bahan pangan impor. Pemenuhan dan pemberdayaan petani sebagai salah satu wujud menyejahterakan petani merupakan usaha positif yang akan merangsang pertumbuhan jumlah petani yang secara otomatis dapat menambah tingkat produksi bahan pangan. Untuk mengupayakan peningkatan produktivitas tanaman pangan dapat dilakukan dengan penerapan teknologi budidaya, menjaga kesuburan tanah bisa pula penambahan pupuk organik, dan melakukan eksploitasi potensi genetik tanaman pangan.
sumber : http://www.mentari-dunia.com/2013/01/pengertian-ketahanan.html
             http://ekuatorial.com/urban/english-indonesias-food-security-index-still-low#!/story=post- 8334 
             http://pwulandari7.blogspot.co.id/2012/12/permasalahan-dan-solusi-untuk.html
Baca SelengkapnyaKetahanan Pangan